It looks like you're new here. If you want to get involved, click one of these buttons!
Copyright 2021 Queer Indonesia Archive. See our Privacy Policy. Contact us at admin@boyzforum.com
Dengan menggunakan situs ini berarti Anda setuju dengan Aturan Pakai.
BoyzForum.com adalah situs anti pedofilia!
Comments
Namanya Ust. Hendra. Usianya sekitar 40 (saat itu). Selain mengisi ceramah, beliau juga seorang PNS pada salah satu Dinas di tingkat Provinsi. Anaknya tiga, satu laki-laki dna dua perempuan.
Secara fisik, Ust Hendra sangat "menggiurkan". Wajah bertipe Arab, berjanggut rapi, dan berbulu. Sedikit chubby, putih dan secara kasat mata ganteng.
Tidak pernah terpikir yang aneh-aneh tentang Ust Hendra, selain rasa hormat. Tapi inilah hidup, kadang banyak hal yang berada di luar nalar kita. Semakin lama aku semakin dekat saja dengan beliau hingga tidak jarang, Ust Hendra mengajakku makan di warung setelah sholat berjamaah. Sering menolak karena tidak enak hati. Tapi sering juga menjadi terpaksa karena tidak hati (alasan yang sama).
Kebetulan, selama berkenalan dan sudah akrab, Ust Hendra tidak pernah berbicara yang aneh-aneh, apalagi yang berbau seks.
Tapi entah mengapa, kadang kala ia seperti sengaja memamerkan bulu di berutnya yang tumbuh lebat. Hal ini sering itu tunjunkkan jika kami bersamaan di ruang wudhu. Aku pura-pura tidak melihat. Warna kulit yang putih menjadi sangat kontras dengan hitamnya bulu-bulu yang tumbuh di perutnya.
Aku tidak tahu apakah beliau sengaja atau tidak. Karena, sekali waktu pernah hampir terlihat bulu kemaluannya karena celana kain yang di pakainya melorot. Sangat lebat dan tebal.
Namun, kejanggalan mulai terlihat. Bila seusai sholat kami duduk di mesjid, sambil ngobrol, Tangannya yang di penuhi bulu mulai sering meraba-raba kaki hingga betis. Ia terus berbicara tapi tangannya kian menjalar.
Karena di mushala, aku sering menepis tangan Ust Hendra. Dalam hati ingin sekali mengatakan kepadanya, "Jika mau raba-raba dan esek-esek, di rumah saja?". Tapi mana berani aku mengutarakan itu. Walau sebenarnya aku sendiri sangat menyukai Ust Hendra. Selain ganteng dan agak chubby, bulu-bulu di tubuhnya itu benar-benar bikin aku terangsang.
Tapi hal itu tidak pernah dilakukannya. Mungkin ia juga takut salah atau malu. Karena dia sudah memiliki istri dan anak. Aku sendiri sudah berkali-kali di ajak kerumahnya. Tapi tidak pernah ada seks apalagi pancingan seks. kecuali saat-saat tertentu.
Kadangkala, saat duduk makan di warung, tangannya tetap saja meraba-raba pahaku, sampai merinding tak hilang selera makan. Dan hal itu semakin sering ia lakukan. Bahkan pernah beberapa kali, tangannya sengaja dimasukkannya kedalam bajuku untuk mengelus perut dan dada milikku.
Rabaan tangannya terkadang dilakukan dengan lembut kadangkala sangat kasar. Tapi tetap saja aku merasakan sensasi kenikmatan.
Kebingungan, tapi sebenarnya aku sangat menyukai apa yang dilakukannya dan bahkan ingin lebih. Bukan hanya sekedar rabaan pemancing nafsu. Atau Ust Hendra menunggu diriku untuk mengajak dan berbicara? tapi bagaimana mungkin dan aku tidak berani.
Seingatku, Ustad Hendra sempat dua kali memasukkan tangannya ke dalam sarungku hingga mencapai paha dan mengenai celana dalam. Rabaan penuh sensasi karena bulu-bulu ditangannya yang mengenai kulit paha yang sedikit sensitif. "Pakai kolor warna apa," tanya Ustad Hendra.
Aku hanya tertawa sedikit bercanda, "Warna pelangi". Saat itu aku belum tahu jika warna pelangi adalah warna kaum gay.
"Sekali-sekali tidak usah pakai kolor, biar sehat," sambung Ustad Hendra.
Aku tidak mengerti maksudnya dan hanya mengangguk. Tapi tidak pernah kuikuti saran itu, melainkan saat tidur saja.
Sebenarnya, banyak teman-temanku yang juga ke mushalla saat sholat berjamaah. Bahkan jauh lebih ganteng dibandingkan diriku (karena aku sangat jauh dari kata ganteng). Tapi kenapa hal itu tidak dilakukan Ust Hendra kepada mereka. Hanya kepada diriku. Pertanyaan ini sering sekali membuat bingung.
Rabaan Ust Hendra masih terus terjadi dan berhenti total saat aku pindah kost. Sebenarnya ada kerinduan dalam hati untuk menjumpainya, bahkan pada saat ini. Aku merasa yakin dan percaya, ia saat ini semakin menggairahkan dengan bulu yang memenuhi tubuhnya. Tapi, ada bisikan yang seolah mencoba menahanku. Hatiku sering berkata, "Jangan lakukan padanya, ia seorang Ustad". Kata hati inilah yang membuat aku untuk tetap bertahan dan tidak menemuinya lagi sejak pindah kost. Walau kadang ada rasa rindu untuk kembali di jamah, di raba hingga bulu-bulu di berdiri.
Hanya satu kenangan yang tidak terlupakan, ia sering memelukku sambil mencium pipi hingga janggutnya terasa gatal di wajah. Dan aku hanya diam. Diam untuk menikmainya.
Hmm.... beberapa temenku yang aku peluk tapi gak sampe segitunya kepikiran hal serupa gak ya? Apalagi yang gak melawan gitu. #ngarep
Setiap melihat keluhan semacam itu aku penasaran banget mereka ini cuma ngarep perhatian secara pasif-agresif atau apa. Sudahkah mereka meminta bantuan ketika mereka butuh bantuan ketika sedang mengalami kesusahan?
Pengen deh ngomong gini ke orang-orang yang mengeluh macam tu. Aku butuh kamu makanya aku datang ke kamu. Jika kamu butuh aku, ya datang aja ke aku. Ngarep aku datang ke kamu ketika kamu butuh aku? Ya gak mungkin kalau kamu cuma diem aja terus nyindir nyindir no mention kayak gitu.
Sepertinya akan berkajut bulan depannya juga sih.
Tapi semoga aja ennggak. :v